Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Powered by Blogger

Click to view random flickr photos tagged with my junior and nightview!  

WELCOME to Random Flickr photos tagged with my junior and nightview!
www.flickr.com

www.flickr.com

Saturday, June 09, 2007

Cuti ngeblog

Dear all,

Dikarenakan jadwal sidang sudah semakin mendekat (tanggal 18 bulan ini) ... dan deadline for submit dissertation report before the date as above alias tinggal lebih kurang 10 hari lagi, maka dengan berat hati saya menyatakan undur diri sementara dari dunia blogging sampai batas waktu yang belum ditentukan? *halah*
[sok seleb dot com]...

Jadi, mohon maaf kepada rekans semua yang berkunjung ke blog ini yang belom sempat dikunjungi balik dan juga mohon maaf kalo ada sapaan-sapaan yang tak terbalas...

Insya'allah akan diusahakan untuk nyempetin membalas dan ngecek shoutbox... kalo ada yang tersesat tanpa sengaja berkunjung ke blog ini...

Dan... mohon doa dari rekans semua, agar kami semua disini yang akan menghadapi ujian akhir diberikan kemudahan, ketenangan dan kelancaran... sehingga kami semua dapat menyelesaikan study di India ini dengan berhasil dan sukses, Amin.

Wassalam.

Read More...

Saturday, June 02, 2007

Awakening the wisdom and power within you

Here, i put a spiritual article: 10 Tips For Spiritual Growth, by Remez Sasson, it is important for us to awakening the wisdom and power within. Please read by carefully. :)

Besides that, he also provide Free eBooks about success, the power of thoughts, mind power, creative visualization, positive thinking and self improvement.

You can download here for free eBooks as described above.

10 Tips For Spiritual Growth

Spiritual growth is the process of inner awakening, and becoming conscious our inner being. It means the rising of the consciousness beyond the ordinary existence, and awakening to some Universal truths. It means going beyond the mind and the ego and realizing who you really are.

Spiritual growth is a process of shedding our wrong and unreal conceptions, thoughts, beliefs and ideas, and becoming more and more conscious and aware of our inner being. This process uncovers the inner spirit that is always present, but hidden beyond the ego-personality.

Spiritual growth is of great importance for everyone, not only for people who seek spiritual enlightenment and choose to live in far away or secluded places. Spiritual growth is the basis for a better and more harmonious life for everyone, a life free of tension, fear and anxiety.

By discovering who we really are we take a different approach to life. We learn not to let outer circumstances influence our inner being and state of mind. We manifest composure and detachment, and we develop inner power and strength, all of which are very useful and important tools.

Spiritual growth is not a means for escaping from responsibilities, behaving strangely and becoming an impractical person. It is a method of growing and becoming a stronger, happier and more responsible person.

You can walk on the path of spiritual growth, and at the same time live the same kind of life as everyone else. You do not have to live a secluded life in some far away place. You can raise a family, work or run a business, and yet at the same time engage in practices that lead to inner growth.

A balanced life requires that we take care not only of the necessities of the body, feelings and mind, but also of the spirit, and this is the role of spiritual growth.

10 tips for spiritual growth:

1. Read spiritual and uplifting books. Think about what you read, and find out how you can use the information in your life.

2. Meditate for at least 15 minutes every day. If you do not know how to meditate, it is easy to find books, websites or teachers who can teach you meditation.

3. Learn to make your mind quiet through concentration exercises and meditation.

4. Acknowledge the fact that you are a spirit with a physical body, not a physical body with a spirit. If you can really accept this idea, it will change your attitude towards many things in your life.

5. Look often into yourself and into your mind, and try to find out what is it that makes you feel conscious and alive.

6. Think positive. If you find yourself thinking negatively, immediately switch to thinking positively. Be in control of what enters your mind. Open the door for the positive and close it for the negative.

7. Develop the happiness habit, by always looking at the bright side of life and endeavoring to be happy. Happiness comes from within. Do not let your outer circumstances decide your happiness for you.

8. Exercise often your will power and decision making ability. This strengthens you and gives you control over your mind.

9. Thank the Universe for everything that you get.

10. Develop tolerance, patience, tact and consideration for others.

Spiritual growth is the birthright of everyone. It is the key to a life of happiness and peace of mind, and the manifesting the enormous power of the inner spirit. This spirit is equally present within the most material person, and within the most spiritual person. The level of the manifestation of spirituality is dependent on how much the inner spirit is close to the surface, and on how much it is covered and hidden, by thoughts, beliefs and negative habits.


PS: Remez Sasson teaches and writes on positive thinking, creative visualization, motivation, self-improvement, peace of mind, spiritual growth and meditation. He is the author of several books, among which are "Peace of mind in Daily Life", "Will Power and Self Discipline", "Visualize and Achieve" and "Affirmations - Words of Power".

He can be reached at:
Website: http://www.SuccessConsciousness.com
Books: http://www.successconsciousness.com/ebooks_and_books.htm
to find more articles and books filled with inspiration, motivation and practical advice and guidance.

One of his famous book: "Peace of mind in Daily Life", can be found here, for summary.

Read More...

Wednesday, May 30, 2007

Sakit Perut?

Malam minggu kemarin, kami mengadakan acara makan-makan. Acara ini disponsori oleh rekans batch 51, sekalian juga untuk pelepasan teman kita Mr. Sabudi Prasetyo yang telah menyelesaikan study-nya. Dan rencananya dia akan pulkam malam ini sekitar pukul 11.00 malam waktu New Delhi.

Mungkin karena makan yang terlalu banyak atau perut saya yang terkejut melihat masakan yang enak-enak, seperti gule (buatan Mrs. Hasbi, opor (by Mr. Henry), ayam goreng (by Mr. Ferry and Mr. Eko), ikan goreng (by Mr. Nyoman), sambal colek terasi yang terkenal seantero roorkee (buatan Mr. Hery) dan lalapan (buatan saya sendiri) serta tak lupa buah-buahan (pisang, mangga dan semangka buatan Yang Maha Kuasa) sehingga malam itu saya terasa lupa diri melahap semua yang ada.

Akibatnya keesokan harinya perut saya mules2, mencret sampe 7 kali (sory bagi yang baca), jangan dibayangkan mencretnya ya?

Saya juga tidak tahu dan bingung apa penyebabnya? mungkin karena isi perut saya kemarin yang nano-nano, semuanya disantap? atau lupa baca bismillah? atau malah karena yang masaknya memasukkan sesuatu neh? *jadi curiga* sehingga saya dan Mr. Hery merasakan hal yang sama pada keesokan harinya yaitu mules dan mencret.

Dan anehnya cuma kami berdua yang merasakannya, padahal yang makan berjumlah 10 orang? berarti ke-8 orang tersebut punya ilmu anti mules dan mencret?

Parahnya, yang mencret sampe 7 kali cuma saya sendiri, Mr. Hery cuma 3 kali pada pagi hari, sedangkan saya dari pagi sampe ke malem terus terasa mules?

Akhirnya atas saran temens, saya minta obat dan periksa ke rumah sakit kampus yang pada hari itu sedang libur. Jadi langsung ke emergency dan melaporkan keluhan kalo saya menderita mencret2 hingga sampe 7 kali harus BAB.

Setelah dikasih obat dan minum yang hangat2 akhirnya perut ini berangsur pulih dan normal kembali. Malahan setelah minum yang hangat-hangat terasa lapar kembali, karena apa yang sudah dimakan semuanya sudah habis dikeluarkan.

Pesan Sponsor: Jadi kalo makan jangan lupa baca bismillah ya, agar kejadian yang saya alami tidak menimpa saudara-saudara sekalian!

Dan buat rekan Sabudi Prasetyo: Selamat pulang kampung dan selamat bertemu kembali dangan anak dan istri tercinta, sebulan lagi kami akan segera menyusul pulkamnya.

I Miss U for Bunda dan Atthallah, sebulan lagi Abi akan Pulkam.

Keterangan Photo: Waktu acara pernikahan anak salah satu Dosen WRD&M - 28 January 2007 (Mr. Sabudi Prasetyo berdiri no. 2 dari kiri pakai baju batik).

Read More...

Thursday, May 24, 2007

Wahai Blogger, Tunjukkanlah Wajahmu!

Tadi baca-baca di detikInet, ada berita: 'Wahai Blogger, Tunjukkanlah Wajahmu', jadi tergelitik dan inget dengan para blogger yang sampe detik ini aku gak tahu wajahnya. :-?

Mereka ini dapat digolongkan ke dalam blogger yang misterius, selain tidak menampilkan wajah (foto diri), juga terkadang identitas lain seperti usia yang disembunyikan. B-)

Jadi seperti kata nieke yang pernah bilang apakah bung mashuri yang dokter ini seorang kakak2, om2, bapak2 atau malah kakek2? =)) dan juga mbak satu ini walau usianya di profile disebutkan tapi foto dirinya gak ada? Jadi penasaran neh?... :-W

Juga dengan bung Maiden, bung Dirac, jeng Meutia Faradilla, bung Mufti, bung Passya, bung/jeng MpokB, dan masih banyak blogger lainnya yang mungkin merasa aman berkreasi tanpa harus menunjukkan jati diri mereka yang sebenarnya. :-"

Sebelumnya seperti mas kw dan simbok venus, dulunya juga misterius, sampe pada postingan kopdar, yang diposting sama simbok dengan menampilkan foto2 waktu kopdar, akhirnya sekarang jadi tahu sama mas kw dan simbok si seleb blog itu. Thanks mbok atas diposting foto2nya waktu kopdaran. ;)

Sebenarnya masalah wajah dan usia bagi beberapa orang adalah privacy mereka, jadi mereka merasa gak perlu untuk diobral ke public. *hahaha, bahasanya jadi bahasa seleb* ;))

Dan yang namanya obral, katanya, terkesan murahan? :-?

tapi, yang seperti nieke bilang, kita-kita akan terasa misterius dengan anda-anda sekalian? >-)

Jadi, Wahai Blogger, Tunjukkanlah Wajahmu!. :D


PS: ini hanya bersifat himbauan belaka, mungkin anda2 sekalian punya alasan yang sangat kuat untuk tidak harus men-share data diri asli, termasuk wajah dan usia seperti yang dimaksud diatas.

Peace for all. :X

Foto diambil dari sini.

Read More...

Friday, May 18, 2007

Pasti bisa karena terpaksa terbiasa

Tertarik dengan jeng nila yang pada postingannya pernah menyebutkan bahwa sekarang di Indonesia untuk anak setingkat SMP sudah diajarkan matematika dan pelajaran ilmu pasti lainnya dalam bahasa pengantar: bahasa Inggris.

Hanya karena sumbangan yang sangat tidak sedikit baru dikucurkan dari sebuah negara besar yang presidennya baru saja mampir kemari. Maka sistem pendidikan di negara ini harus dirubah menjadi ke ’bule – bule – an’. Metoda bilingual utk sekolah2 tertentu mungkin sudah bukan barang baru. Tapi mau dibawa kemana pendidikan di negeri ini ketika pengajaran Matematika dan Fisika harus diajarkan dalam bahasa inggris juga?? *matematika & fisika saja sudah merupakan pelajaran susah – menurut saya – harus diajarkan pula dalam bahasa inggris mulai anak anak SMP* ck...ck....ck

Terus terang mendengar hal tersebut aku sangat setuju dan merasa surprise, *sorry jeng nila, aku meninjaunya dari sisi yang lain* :D berarti dalam pemikiran sederhana ini: negara kita sudah mulai memikirkan pentingnya bahasa Inggris dalam menyongsong era globalisasi, yang mau tidak mau memaksa kita untuk harus 'siap' bersaing dengan negara lain kalau tidak ingin nantinya menjadi penonton di negara sendiri.

Karena dengan dibukanya perdagangan bebas Asia Pasifik yang dimulai pada 2010 bagi anggotanya (APEC) yang lebih maju dan 2020 bagi anggota yang masih berkembang, nantinya mau tidak mau tenaga kerja asing akan bebas masuk ke Indonesia, jadi apabila SDM kita tidak siap maka SDM kita tidak akan bisa bersaing dengan SDM asing, dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja profesional dalam negeri, dan akibatnya bisa dipastikan SDM kita tidak akan terpakai dan hanya akan menjadi 'TKI' di negeri sendiri.

Akibat kalah bersaing, untuk posisi profesional dan strategis sudah jelas akan diambil alih oleh tenaga kerja asing yang lebih mumpuni, baik dalam penguasaan bahasa Inggris maupun dalam penguasaan teknologi, karena mereka lebih unggul.

Satu hal yang perlu di ingat, dalam era perdagangan bebas nanti, jelas bahasa Inggris yang akan dipergunakan dan sangat berperan. Baik dalam hal conversation: percakapan sehari-hari dan juga dalam hal writing: urusan surat menyurat dan segala macam tetek bengek mengenai perjanjian kerja, peraturan kerja, kontrak kerja, guidelines/ petunjuk kerja yang nanti semuanya dalam bahasa Inggris.

Apalagi kalau perusahaan-perusahaan asing sudah bisa bebas masuk ke Indonesia untuk mengikuti tender-tender besar yang membutuhkan teknologi tinggi, sudah pasti tender/lelang nya akan berstandar international. (sekedar contoh)

Memang seperti jeng nila pernah bilang bahwa untuk mempersiapkannya, harus memperkuat basis sistem terlebih dahulu (guru-guru yang bisa mengajar dalam bahasa inggris harus dipersiapkan terlebih dahulu), baru kemudian diterapkan untuk anak didiknya. Karena bagaimana mau mengajarkan math or physic dalam bahasa inggris sedang gurunya aja bahasa inggrisnya masih belepotan??? sergah jeng nila sewot.

Setuju dengan pendapat jeng nila, bahwa guru-guru bahasa Inggrisnya yang harus dipersiapkan terlebih dahulu.

Tapi, menurut pemikiranku juga gak pa pa kalo bisa dimulai dari sekarang, *sambil jalan* walau untuk kondisi ideal belum dapat dikatakan pantas, guru yang masih perlu diberikan tambahan les bahasa inggris tapi sudah diharuskan untuk mengajar.

Yeah just it, IMHO: ala bisa karena terbiasa atau pasti bisa karena terpaksa dan tak ada pilihan lain.

Jadi menurut konsep: ala bisa karena terbiasa atau pasti bisa karena terpaksa dan tak ada pilihan lain, maka otak dan jiwa akan bekerja maksimal (tergenjot) *bahasanya* untuk bisa mengerti dan memahami, dan semakin sering melakukannya maka akan semakin mudah dan terbiasa untuk menangkap dan dimengerti.

Seperti contoh pengalaman kami di sini, menunjukan bahwa betapa pentingnya bahasa Inggris itu untuk diajarkan semenjak dari sekolah menengah. Karena melihat rekans dari negara lain: India, Srilanka, Nepal yang sudah terbiasa menerima proses belajar mengajar dengan bahasa pengantar: bahasa inggris sejak mereka di sekolah menengah. Jadi di kelas mereka lebih unggul hanya karena penguasaan bahasa yang lebih baik.

Seseorang yang walaupun TOEFL-nya diatas 750 550 tapi kalo tidak terlatih ngomong dan jarang mendengarkan secara langsung pasti akan mengalami kesulitan. Bahkan bisa sedikit stress, ini banyak terjadi pada mahasiswa Indonesia yang study di luar negeri pada awal-awal kedatangan mereka dahulu. Tidak hanya di India tapi juga mahasiswa Indonesia yang menuntut ilmu di negara lain contoh Amerika dan Australia. (pernah baca dimilis)

Jadi, dengan mulai diterapkannya bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar di sekolah, mulai dari tingkat sekolah menengah pertama. Mudah-mudahan Indonesia akan bisa menyusul ketertinggalannya dari negara lain yang notabene bahasa Inggris juga bukanlah bahasa ibu mereka, seperti India, Malaysia, Singapore, Srilanka dll.

PS: Di bawah ini ada tulisan yang maksudnya sama seperti diatas, membahas 'a must' or 'depends on' bahasa Inggris dalam sistem pendidikan di Indonesia, dapat googling dari http://nofieiman.com

Sengaja saya copy paste disini agar bisa dibaca sama yang lain, sekalian ngarsip. :)

BELAJAR DARI INDIA

Sumber: http://nofieiman.com/repository/belajar-dari-india.pdf

Menjelang akhir tahun 2005 lalu, para petinggi negeri ini berkunjung ke Bangalore untuk bertemu para eksekutif dari software house di sana. Dalam pertemuan tersebut, chairman Infosys menyatakan bahwa kesuksesan mereka diraih berkat penguasaan bahasa inggris yang mumpuni. Penguasaan bahasa inggris tersebut memungkinkan mereka berkomunikasi dengan baik terhadap pasar dan komunitas internasional.

India memang merupakan negara besar dengan jumlah english speaker terbesar kedua di dunia. India juga merupakan negara penghasil software terbesar kedua setelah Amerika dengan nilai ekspor $17 milyar. Diperkirakan, pada tahun 2008 nanti penjualan mereka akan menembus angka $50 milyar. Dari data dan fakta tersebut, ada baiknya kita untuk sedikit mencoba belajar dari India.

Menilik sejarahnya, selepas merdeka dari Inggris, Parlemen India sempat berusaha memilih salah satu indigenous language untuk dikukuhkan sebagai bahasa nasional. Usaha ini sayangnya tidak pernah berhasil mencapai kesepakatan karena tiap-tiap ethnic group berusaha mempromosikan bahasanya masing-masing. Di kemudian hari, ternyata hal ini justru menjadi blessing in disguise.

Sampai saat ini, bahasa inggris memang mendominasi sebagai bahasa percakapan dan komunikasi di seantero dunia. Lebih dari 80% situs web di internet disajikan dalam bahasa inggris. Bahasa terbesar kedua, Jerman, hanya menguasai 1,5% sementara bahasa Jepang hanya menguasai 3,1%. Tercatat pula 60% hingga 85% email yang terkirim dikemas dalam bahasa inggris. Dan satu dari lima orang di muka bumi ini dapat berbahasa inggris, meskipun hanya pada level kompetensi tertentu saja.

Bicara tentang penggunaan bahasa inggris, menguasai bahasa asing bisa sejatinya bersifat “depends on” atau “a must.” Penguasaan bahasa asing bisa bersifat “depends on” ketika pemerintah dapat menyediakan lapangan pekerjaan domestik yang mencukupi. Sebaliknya, ketika peningkatan tenaga kerja melampaui lapangan pekerjaan domestik yang tersedia, maka selayaknya sistem pendidikan kita harus menyiapkan anak didiknya untuk memasuki pasar kerja global. Dalam hal ini, kemampuan berbahasa asing tidak lagi “depends on” melainkan sudah merupakan suatu keharusan (baca: “a must”).

Dari sudut pandang yang berbeda, penguasaan bahasa asing juga dapat dipetakan berdasar derajat kesarjanaan yang berbeda. Misalnya, untuk tingkat pasca-sarjana (S2 dan S3), penguasaan bahasa inggris pada level interaksi yang mumpuni merupakan suatu keharusan. Sementara untuk level S1 ke bawah, penguasaan bahasa inggris secara pasif saja boleh dikatakan cukup. Berbeda dengan lulusan S1, para mahasiswa pasca-sarjana memang dididik untuk menjadi scientist. Sebagai seorang scientist, kemungkinan untuk bergaul dengan peer mereka di luar negeri jauh lebih besar daripada lulusan S1. Mereka mungkin menghabiskan lebih dari separuh working hoursnya dengan komunitas yang memerlukan bahasa inggris sebagai alat komunikasi utama.

Di sisi lain, penguasaan bahasa asing juga terkait dengan strategi pemberdayaan resources yang ada di negeri ini. Kita akan dihadapkan pada pilihan untuk memperkuat hard knowledge atau memperkuat soft skill berupa penguasaan bahasa asing. Sebagai contoh, kita dihadapkan pada pilihan apakah dana yang ada lebih baik digunakan untuk menambah lab fisika/matematika atau meningkatkan jumlah guru bahasa inggris. Tentu saja hal ini bergantung pada pilihan arah pembangunan ekonomi kita. Jika kita lebih mengandalkan pekerjaan yang dioutsource oleh negara-negara maju, tentu penguasaan bahasa inggris adalah mutlak. Sebaliknya, jika kita memprioritaskan kemampuan lokal untuk mengeksploitasi sumberdaya alam di negeri ini, maka hard knowledge menjadi jauh lebih penting. Integrated strategy semacam inilah yang harus dipikirkan ulang oleh para policy maker kita.

Dan terakhir, bagi para public figure yang kolam airnya berada di level internasional, semestinya juga ditunjang oleh penguasaan bahasa asing yang baik dan benar. Harapannya, selain menjalin komunikasi dengan komunitas asing, juga diharapkan dapat ikut memarketingkan Indonesia kendati tidak secara langsung. Sebutlah Anwar Ibrahim atau Dorodjatun Kuntjorojakti yang mampu berbicara inggris dengan baik dan tetap mudah dimengerti.

Ada beberapa solusi untuk merealisasikan wacana tersebut. Langkah pertama adalah melakukan transfer ilmu pengetahuan secara terarah dan berlanjut –dari bahasa asing menjadi bahasa Indonesia- agar iptek terkini dunia lebih mudah diserap oleh orang-orang kita. Diharapkan, orang-orang Indonesia kelak dapat mempunyai akses informasi menuju iptek dunia dan memberikan manfaat terapan pada orang banyak meski belum menguasai bahasa inggris secara baik. Di Amerika misalnya, pekerja iptek yang aktif menambah khazanah iptek manusia hanya 1-2 persen saja dari penduduknya, tetapi hasilnya dinikmati oleh hampir seluruh penduduk Amerika.

Solusi kedua adalah menjadikan bahasa inggris sebagai bahasa primer yang resmi dan mendegradasi bahasa indonesia. Berbeda dengan Malaysia yang menggunakan bahasa inggris sebagai penghubung antara etnik Melayu, Cina, dan India; Indonesia telanjur memilih bahasa melayu (bahasa indonesia) sebagai bahasa penghubung. Dengan demikian, (hampir) mustahil memunculkan bahasa penghubung kedua karena pada prakteknya kita hanya akan memakai satu bahasa. Jika langkah ini diambil, konsekuensinya bahasa indonesia hanya sekadar menjadi bahasa lokal, bahasa gaul anak muda, atau bahasa dalam lirik lagu dan karya sastra lainnya.

Akan tetapi, langkah praktis yang ideal dan lebih masuk akal justru dapat dimulai dari diri kita sendiri. Kita bisa mencoba untuk tidak melewatkan satu hari pun tanpa kegiatan yang bisa meningkatkan kemampuan bahasa inggris kita. By any means. Sebut saja seperti membaca koran/majalah asing, menulis paper, membaca textbook dan jurnal asing, mendengarkan BBC atau VOA, menonton film, mengunjungi English speaking zone, membaca komik Asterix, dan seterusnya. Harapannya, ketika salah satu dari kita kelak tiba-tiba “terpeleset” menjadi public figure (dekan, rektor, duta besar, menteri, gubernur, bupati/walikota, pengusaha, artis, dan sebagainya) kita bisa membawa diri dengan baik dan memukau dalam forum internasional.

Terakhir, satu hal yang perlu digarisbawahi adalah bahwa kita seharusnya tetap bisa memaklumi dan menghargai orang lain yang belum mampu berbicara bahasa inggris dengan baik, mengingat bahasa tersebut bukan native language kita. Kualitas dan kapabilitas seseorang toh tidak melulu hanya diukur berdasar kemampuan bahasa asingnya. Dan yang lebih penting adalah kesadaran dan kepercayaan diri kita dalam menyampaikan suara atau melakukan suatu komunikasi. Ketika situasi dan kondisi menuntut penguasaan bahasa indonesia yang baik, pergunakanlah bahasa ibu kita dengan sebagaimana mestinya. Begitu pula ketika forum menuntut penguasaan bahasa inggris yang baik, maka berbahasalah dengan tidak memalukan diri sendiri. Jangan sampai gara-gara nasionalisme yang membabi buta lantas kita enggan belajar bahasa asing. Sebailknya, jangan sampai pula akibat tekanan globalisasi dan transfer ilmu pengetahuan lantas mendorong kita untuk sok berbahasa inggris tanpa memedulikan konsep maupun konteks bahasanya.


Tulisan nofieiman yang lain: http://nofieiman.com/2005/04/kuliah-di-amerika/

Read More...